Sabtu, November 03, 2007

Sakralitas Al-Qur'an Terkoyak


Judul Buku : Al-Qur’an Bukan Da Vinci’s Code

Penulis : Khulqi Rashid

Penerbit : Hikmah (PT Mizan Publika)

Cetakan : I, Januari 2007

Tebal : 151 Hal

Peresensi : A. Qorib Hidayatullah*


Meski al-Qur’an diyakini sebagai kitab suci umat Islam yang diakui kesahihannya, akan tetapi masih banyak dari kalangan Barat menolak dan kemudian menggiring kepada pemahaman kita bahwa al-Qur’an tidak orsinil lagi. Anehnya, mereka (Barat) dalam berargumentasi penolakannya terhadap orisinalitas al-Qur’an berdasarkan cara-cara ilmiah dan penelitian.


Banyak buku-buku dari hasil penelitian kalangan Barat yang cukup representatif untuk mengandaskan logika keimanan umat Islam. Misalkan, buku karya dari Christoph Luxenberg,
Die Syro-Aramaeische Lesart des Koran: Ein Beitrag zur Entschlϋsselung der Koransprache atau Qira’ah Syriak-Aramaik: Upaya Menjelaskan Bahasa al-Qur’an. Buku itu diterbitkan untuk edisi pertamanya tahun 2000 dalam bahasa Jerman oleh penerbit Das Arabische Buch yang berkedudukan di Berlin. Dalam buku itu, juga memakai bahasa Romawi hingga halaman ix, dan berbahasa Arab hingga halaman 306. Untuk bibliografi dicantumkan dihalaman 307 hingga 311. Buku itu ber-ISBN 3-86093-2748, paperback.


Ada empat poin besar dan penting dari buku itu.
Pertama, buku itu menyajikan tesis, sumber-sumber, metode, dan contoh-contoh aplikasinya dalam delapan belas bab. Bab satu sampai delapan meliputi latar belakang, metode, dan aplikasi metode tersebut untuk mengungkap etimologi dan makna kata Qur’an, yang menurut Luxenberg merupakan kunci untuk memahami keseluruhan naskah. Bab sebelas sampai delapan belas membahas kesimpulan-kesimpulan yang dipaparkan dalam separuh pertama buku dengan mengajukan solusi untuk beberapa ungkapan bermasalah di sepanjang naskah al-Qur’an. Itu mencakup masalah-masalah leksikal, morfologi dan sintaksis. Selanjutnya, Luxenberg mengurai dalam bukunya itu tentang prinsip-prinsip yang mendasari banyak ketidaktepatan dalam riwayat al-Qur’an pada hal. 11-14. Dan pengembangan metode untuk mengkaji masalah-masalah yang menciptakan kekeliruan pemahaman materi tematik di seluruh naskah al-Qur’an pada hal. 15-16.


Kedua
, pada kata pengantarnya, Luxenberg menyajikan rangkuman tentang peran penting bahasa Syriak tertulis dari sudut pandang budaya dan linguistik bagi bangsa Arab dan al-Qur’an. Pada masa Muhammad Saw., bahasa Arab bukanlah bahasa tertulis. Syro-Aramaik atau Syriak adalah bahasa komunikasi tertulis di Timur-Dekat dari abad ke-2 hingga ke-7 M. “Yang terpenting adalah bahwa literatur Syriak Aramaik dan lingkungan budaya tempat literatur berada hampir seluruhnya Kristen.” Jadi pengaruh Syriak terhadap mereka yang menciptakan bahasa Arab tertulis disampaikan melalui media Kristen, yang pengaruhnya sangat besar.


Ketiga, Luxenberg memaparkan tradisi Islam tentang riwayat penyampaian awa al-Qur’an. Menurut tradisi itu, Khalifah Utsman bin Affan (644-656 M) adalah yang kali pertama mengumpulkan catatan-catatan tertulis dari ujaran-ujaran Muhammad (570-632 M) menjadi satu kitab tunggal.


Keempat
, disajikan dalam bukunya (Luxenberg) tentang perkembangan tulisan Arab dan peran pentingnya dalam sejarah penyampaian al-Qur’an. Ia juga menunjukkan bahwa aslinya hanya terdapat enam huruf untuk membedakan sekitar dua puluh enam bunyi. Huruf-huruf itu sedikit demi sedikit dibedakan dengan titik-titik yang ditulis di atas atau di bawah setiap huruf. Abjad Arab yang digunakan dalam al-Qur’an dimulai sebagai sistem tulisan cepat (short hand) untuk membantu pengingatan (mnemonic device) dan tidak dimaksudkan sebagai kunci lengkap ke bunyi-bunyi bahasa itu.


Buku ini, Al-Qur’an Bukan Da Vinci’s Code karya dari Khulqi Rasyid ingi “beroposisi” dengan buku karya Christoph Luxenberg, Die Syro-Aramaeische Lesart des Koran: Ein Beitrag zur Entschlϋsselung der Koransprache, tersebut. Penulis (Khulqi Rasyid) dalam karyanya itu berusaha menambat kekeliruan arus laju penemuan dari Luxenberg. Ia mengungkapkan bahwa al-Qur’an pure adalah firman Tuhan, tidak berasal dari bahasa Syriak-Aramaik. Lebih jauh ia paparkan, bahwa kitab suci al-Qur’an diturunkan oleh Allah SWT. kepada utusan-Nya, Nabi Muhammad SAW., selama 22 tahun 2 bulan 22 hari secara mutawatir (berangsur-angsur).


Periode turunnya wahyu (al-Qur’an) tersebut ada dua, yaitu periode Makkah yang berlangsung selam 13 tahun dan periode Madinah yang berlangsung selam 10 tahun. Ayat-ayat yang turun di Makkah kemudian disebut ayat-ayat Makkiyah dan ayat-ayat yang diturun di Madinah disebut ayat-ayat Madaniyah. Sedangkan total dari seluruh ayat tersebut terhimpun dalam 114 surat, dan kemudian keseluruhan ayat tersebut dibagi-dibagi dalam 30 juz (hal.50).


Jumlah surat yang terdapat dalam al-Qur’an, yaitu 114 surat, berikut nama-nama surat dan batas-batas tiap-tiap surat, serta susunan ayat-ayatnya adalah berlandas ketentuan yang ditetapkan dan diajarkan oleh Rasulullah SAW. sendiri (
tawqifi). Sementara itu, pembagian al-Qur’an menjadi 30 juz sudah dilakukan sejak zaman sahabat Nabi. Pembagian itu sekadar untuk hafalan dan amalan dalam tiap-tiap hari semalam atau di dalam sembahyang (Shalat).


Dalam bukunya Luxenberg, Profesor bahasa Semitik, dinyatakan bahwa versi al-Qur’an yang ada saat ini salah salin dan berbeda dengan teks aslinya, jelas itu mengundang kontroversi akut oleh kalangan umat Islam. Menanggapi hal demikian, Taufik Adnan Amal, pakar tafsir al-Qur’an, menjelaskan “Tanpa argumentasi-argumentasi teologis, siapapun harus mengalah dan mengakui bahwa al-Qur’an telah membuktikan diri sebagai sesuatu yang mampu menciptakan peradaban dan tradisi menulis yang sangat tinggi.”


Sedangkan menurut Ali-Syari’ati, “Umat manusia membutuhkan al-Qur’an sebagaimana mereka membutuhkan matahari, lepas dari masa sejarah, pertimbangan-pertimbangan genealogis atau keadaan budaya, pertanian, ekonomi, dan politik. Lebih jauh lagi, al-Qur’an tidak boleh dibandingkan dengan kata-kata seorang pengarang, penyair, filsuf, ataupun sosiolog..”


Membaca buku ini, diharapkan bagi siapa pun, khususnya mahasiswa yang bergelut dalam bidang tafsir, dan bagi umat Islam umumnya. Karena, dengan membacanya akan memukau nalar dan memperkokoh Iman. Dan juga, buku ini memiliki daya pikat yang tinggi, karena cover depan match dengan isi buku. Namun sayangnya, penulis terkesan linear mengkaji counter text, karena posisi kajiannya didudukkan secara terpisah. Kendati pun, buku ini tetap memberikan kontribusi dahsyat dalam cakrawala dan khasanah keislaman.


Tidak ada komentar: