Minggu, Oktober 25, 2009

Kebajikan Khas Manusia Unggul (Ulul Albab)


Oleh A Qorib Hidayatullah

Syahdan, John Wood, dewan eksekutif Microsoft melakoni tradisi hidup unggul. Lewat proyek raksasa di bidang humaniora (Room to Read) yang mengarsiteki 7.000 perpustakaan di seluruh pelosok dunia, John –sapaan akrab John Wood– rela menanggalkan karir cemerlang di Microsoft lalu dia tapaki hidup mendengar jerit lirih panggilan kemanusiaan, yaitu meminimalisir angka buta huruf warga dunia ketiga, Nepal.

Jika jamak dipahami bahwa ulul albab sebagai representasi dari orang-orang yang memiliki daya intelektual tinggi dan keteguhan hati, maka sangat membanggakan bila UIN Maulana Malik Ibrahim terus menggawangi mahasiswanya dengan laboratorium ulul albab. Sebuah laboratorium kebajikan hidup yang hendak menyutradarai manusia-manusia unggul dengan 4 (empat) kekuatan khas: Kedalaman Spiritual, Keagungan Akhlak, Keluasan Ilmu, dan Kematangan Profesional.

“Pikiran picik membicarakan orang lain. Pikiran biasa membicarakan kejadian. Pikiran besar membicarakan ide-ide.” (Arvan Pradiansyah, The 7 Laws of Happiness: 2008). Manusia unggul diharap mampu membicarakan tentang ide-ide besar. Ia berada pada bayang-bayang kebesaran (shades of greatness). Buku Universitas Islam Unggul; Refleksi Pemikiran Pengembangan Kelembagaan dan Reformulasi Paradigma Keilmuan Islam (UIN Malang Press: 2009), Prof. Dr. Imam Suprayogo menjadikan mimpi (ide) sebagai signature strength berkembang dan besarnya kampus UIN yang beliau pimpin. Intelektualisme kampus ulul albab lahir dari tradisi keilmuwan yang mapan (sintesis agama dan sains).

Teori Manusia Unggul

Jalaluddin Rakhmat –akrab disapa Kang Jalal–, pemikir modern Islam di Indonesia memberi alegori khusus bagi manusia unggul, yaitu manusia besar (Rekayasa Sosial: Reformasi, Revolusi, atau Manusia Besar: 1999). Kang Jalal merujuk teori-teori tentang great individuals (manusia-manusia besar yang mengubah sejarah). Thomas Carlyle, misalnya, adalah penulis buku Heroes and Hero Worshipers (Para Pahlawan dan Pemujaan). Menurut Carlyle, sejarah adalah biografi manusia besar “history of the world is the biography of the great man.” Pada salah satu bagian dalam bukunya, Carlyle menulis tentang Rasulullah, The Hero as The Prophet, Pahlawan sebagai Nabi.

Lebih lanjut, Thomas Carlyle, filosof dan sejarawan Skotlandia itu, membesut aforisme seperti ini, “Pada seluruh babakan sejarah dunia, kita akan menemukan manusia besar (unggul) sebagai juru selamat yang niscaya di zamannya; sebagai sambaran kilat yang tanpa itu bahan bakar tidak akan terbakar. Sejarah dunia… hanyalah biografi manusia besar.”

Dalam teori Carlyle, seorang manusia unggul adalah intelektual universal. Ia berpijak pada nilai-nilai universal dan mengubah manusia sejagat. Perubahan yang dilakukan bukan semata-mata karena kemampuan intelektualnya, melainkan lebih banyak karena kemampuan bertindaknya. Manusia unggul adalah “man of actions”, lebih dari “man of thoughts.” Ketika manusia unggul itu bertindak, ia ditanggapi, dibalas, dan disambut oleh masyarakat luas, atau massa yang besar dan setia. “Kita semua mencintai, menghormati dan merunduk pasrah pada manusia di hadapan manusia unggul. Masyarakat ditegakkan di atas pemujaan pahlawan, hero-worship.

Berbeda dengan Ali Syariati dalam memahami manusia unggul. Pemikir asal Iran itu mengidentikkan manusia unggul dengan manusia yang berkapasitas intelektual canggih. Namun, Ali Syariati lebih rinci lagi membagi 2 (dua) kategorisasi orang pintar: ilmuwan dan intelektual. Ilmuwan bersifat universal. Ia diterima di mana pun. Newton adalah ilmuwan di Inggris, Jerman, Jepang, hingga di Indonesia, dll. Sedangkan intelektual lebih bersifat lokal. Ia adalah orang yang berhasil menangkap dan memahami realitas bangsanya. Ia memengaruhi bangsanya dengan berpijak pada nilai-nilai yang dianut bangsanya. Sebab itu, Jean Paul Sartre, hanya bisa menjadi intelektual Perancis. Ia tidak cocok di negara lain.

Tak semua orang bisa ditahbis sebagai manusia unggul. Mungkinkah terjadi perubahan besar dalam sejarah umat manusia sekiranya Muhammad SAW tidak lahir? Hanya orang yang memungkinkan dirinya saja bakal menjadi pemimpin tangguh, yang lahir dari rahim manusia unggul (ulul albab). Sebab, mereka memberi bekas yang abadi di dalam jejak-jejak sejarah, lasting imprint in history.

Keunggulan manusia ialah kesahajaan dan kemuliaan (isy kariman au mut syahidan). Mampu memperjuangkan hidup secara mulia, bukan malah takut hidup dan mengakhiri hidup dengan mimpi buruk mati bunuh diri (terorisme). Meraih derajat manusia unggul merupakan avonturisme pencarian hidup. Manusia unggul hanya mampu dicapai oleh orang-orang yang mau mengupayakan, dan orang yang gemar membicarakan hal-hal yang mungkin.

Dalam tradisi masyarakat Timur, sebagai homo simbolakum, manusia unggul bukan pada status sosialnya yang mentereng (self glory). Kajian teori kritis memaparkan, status sosial manusia modern (Barat) diditerminasi oleh pola konsumsinya. Dalam perspektif Baudrillard, konsumsi berkaitan dengan tanda. Dalam mengonsumsi, sesungguhnya pribadi manusia menentukan diri mereka sendiri. Woodward meyakinkan, manusia dinyatakan berbeda antara satu dengan yang lain menurut barang yang mereka beli. Semakin tinggi tingkat konsumsi (akses modal) manusia modern Barat, maka status sosialnya makin terangkat dan menjadi manusia unggul.

Manusia unggul (kader ulul albab) bukan sebuah identitas sosial yang berkaitan dengan labelik konsumtif-material (akses modal). Manusia unggul ulul albab ialah manusia yang memiliki kebajikan khas (seperti tokoh-tokoh yang penulis sitir di atas), progresif-transformatif, nyaman bergelut dengan pengetahuan dan berani bertarung di pentas akademis-ilmiah. Dengan kata lain, manusia unggul ulul albab berada pada titik genius keprigelan terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi, yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil-makmur yang diridhai Allah SWT.