Senin, September 24, 2007

Mengawali Bisnis dari Surabaya hingga London





Judul Buku : Rahasia Bisnis Orang Asia Terkaya di Dunia
Penulis : Zia Permata Buana
Penerbit : Hikmah
Cetakan : I, Juli 2007
Tebal : x + 124 hlm
Peresensi : A. Qorib Hidayatullah*


Kesan banyak orang ketika berbicara tentang negara India, adalah negara yang mempunyai competitive adventage rendah. Namun, kesan itu buru-buru ditampik oleh Lakshmi Nivas Mittal, pengusaha baja kelahiran India yang berhasil tapaki kesuksesannya dari Surabaya hingga London. Ia telah mengepakkan sayap bisnisnya keempat benua, hingga meraih puncak sebagai produsen baja terbesar di dunia pada akhir tahun 2006. Dan juga, ia menjadi orang Asia terkaya di dunia versi majalah Forbes.


Ditilik dari latar belakang kehidupannya, Lakshmi Mittal dilahirkan dari keluarga miskin yang terancam problem ekonomi akut. Tepatnya, di desa miskin Sadulpur, di wilayah distrik Churu, negara bagian Rajasthan, kawasan bagian barat India. Lakshmi Mittal bertempat tinggal di rumah sederhana berlantaikan tanah, tidur di atas anyaman tali, dan masak memakai kayu bakar. Keluarga Lakshmi Mittal berasal dari Kasta Marwari Aggarwal. Kasta ini kebanyakan bekerja sebagai pedagang dan rentenir. Sehingga, pada 1969, Lakshmi Mittal menyelesaikan pendidikan tingginya di bidang bisnis dan akuntansi dari St. Xavier's College, sebuah universitas prestisius di Kolkata.


Meski Lakshmi Mittal terlahir di desa terpencil nan miskin, namun fantastis rute hidupnya menyerupai ungkapan populer kemedian kondang super kocak, Tukul Arwana: "wong ndeso, wong ndeso....ra po po....seng penting rejekine kutho." (Tak apa-apa disebut orang desa, yang penting rezekinya melimpah ruah seperti orang kota). Pada awalnya, ia berdomisili di sebuah rumah yang sangat sederhana sekali, lewat kerja keras dibidang bisnis baja menghantarkannya bermukim di Kensington Palace Garden, kawasan super mewah di London. Ia menempati rumah, yang pada 2004 seharga Rp. 1,2 triliun, dan bertetangga dengan orang-orang kaya dunia, seperti rumah Sultan Hasanal Bolkiah (Brunei) dan Raja Fahd (Saudi Arabia).


Buku Rahasia Bisnis Orang Asia Terkaya di Dunia ini, karya Zia Permata Buana, mengeksplorasi sisi yang berbeda dibanding buku-buku rahasia bisnis lainnya. Misalkan, buku Rahasia Bisnis Orang Cina dan buku Rahasia Bisnis Orang Jepang, yang keduanya itu merupakan karya Aan Wan Seng, yang berasal dari keluarga Cina. Wajah berbeda dapat di temui dari karya ini, ialah pada sampel orang sukses (Lakshmi Mittal) yang berasal dari India dimana pada saat itu mengalami resesi ekonomi lewat intervensi berlebihan dari birokrasi. Potret kemiskinan India oleh Lakshmi Mittal dijadikan pemicu tekad sukses dengan bermental perantau, yang disebut dengan Indian Overseas dan Indian Diaspora.


Bersama istrinya, Usha, dan putranya, Aditya, yang belum genap berumur setahun, Mittal terbang meninggalkan negara yang amat dicintainya, membawa mimpi masa depan, menuju kota Surabaya, Jawa Timur, Indonesia pada tahun 1976. Berbekal sarjana bisnis dan akuntansi dari kampus ternama di Kolkata, St. Xavier's College, Mittal bisa saja memilih jenis pekerjaan kantoran yang selalu terlihat bersih, rapi, tercium wangi, dan bermarkas di gedung mentereng yang berpenyejuk udara, di pusat kota Surabaya. Tapi Mittal tidak memilih semua itu. Ia bertekad merintis usaha sendiri dari bawah, dengan bersusah payah, dan bermandikan keringat. Selain bekerja dengan semangat kerja keras, ia juga memiliki perencanaan yang matang, pengamatan peluang yang tajam, dan visioner jauh ke depan.


Mittal memilih membuka usaha pengolahan baja di Waru, pinggiran selatan Surabaya, yang sudah masuk wilayah Kabupaten Sidoarjo. Perusahaan pertamanya diluar negeri itu diberi nama PT Ispat Indo, yang menempati areal bekas persawahan seluas 16,5 hektar. Mittal berinvestasi US$ 15 juta (Rp 135 miliar) untuk mendirikan perusahaan bajanya itu. Ispat adalah istilah Sanskerta yang berarti baja (hlm 10). Usaha jenis ini tak asing lagi bagi Mittal, karena ia pernah menggeluti bersama ayahnya.


Berjiwa Pesaing
Saat pertama Mittal tiba di Indonesia, banyak orang terkejut, "kok ada orang India datang untuk membangun perusahaan baja di Indonesia." Kesan perdana Mittal hinggap berbisnis di Indonesia, meski tanpa banyak kekangan, ia mengaku persaingan bisnis di Indonesia sangat ketat. "Jadi saya belajar di Indonesia, bahwa biaya sangat penting, dan kompetisi juga sangat penting."


Saingan terberat yang dihadapi Mittal saat awal-awal datang ke Indonesia adalah menghadapi perusahaan-perusahaan baja asal Jepang, yang sudah lebih dulu berdiri di Indonesia (hlm 21). Jepang memang sudah lama dikenal sebagai produsen baja papan atas. Pabrik baja Jepang, Nippon Steel, pada dekade 1980-1990-an, menurut data International Iron and Steel Institute (IISI), terus bertengger sebagai produsen terbesar baja se-dunia. Baru pada 2001 digeser oleh pabrik baja Eropa, Arcelor.


Apa yang dilakukan Mittal menghadapi para pesaing asal Jepang? Mittal berpandangan, cara terbaik untuk mengalahkan orang Jepang adalah dengan mengadopsi metode mereka. "Saya dan para kolega saya berkunjung ke mini-mills (pergeseran dari penggunaan alat tradisional, tungku pembakaran, kepenggunaan alat yang lebih efisien) Jepang, untuk memahami kegunaan sistem dan teknologi operasi mereka." Target Mittal adalah mencapai kualitas terbaik dengan biaya produksi termurah. Dengan begitu, dalam memecahkan masalah tersebut, ia mengirim para insinyur dan eksekutifnya ke pabrik baja di Jepang.


Ketika krisis minyak dunia berlangsung pada akhir 1980-an, sebagian besar pabrik baja Jepang di Indonesia gulung tikar. Namun Ispat Indo tetap bertahan. Bahkan, daya saing internasionalnya menguat. Ini membuktikan efektivitas strategi Mittal, disatu sisi berusaha menyerap keunggulan teknologi Jepang, dan disisi lain, berusaha memadukan dengan prinsip manajemen yang ia anut. Yaitu, memangkas biaya produksi semurah mungkin dan meningkatkan kualitas produk sebaik mungkin. Ispat Indo Surabaya bisa dikata sebagai "landas pacu" pertama imperium bisnis Mittal.


Bila orang asing saja mampu menemukan pelajaran terpenting dari iklim bisnis Indonesia untuk maju, sepatutnya, bangsa Indonesia sendiri lebih mampu mengambil pelajaran lebih banyak. Semua itu harus disinergikan menjadi spirit komunal yang kuat, agar bangsa ini segera bangkit dari segala ketertinggalan. Lewat gelora semangat dengan menghadirkan pelajaran dari kisah sukses Lakshmi Mittal, buku ini ingin menggiring pembaca menuju pintu gerbang gerakan bisnis yang hanya bermodalkan tekad kuat, pendidikan, dan teknologi sekadarnya.

Tidak ada komentar: