Minggu, November 18, 2007

Malcolm X dan Übermensch Kulit Hitam


Judul Buku : Malcolm X Untuk Pemula
Penulis : Bernard Aquina Doctor
Penerbit : Resist Book
Cetakan : I, Mei 2006
Tebal : xi + 186 hlm
Peresensi : A. Qorib Hidayatullah

Setiap manusia, dapat dipastikan berprakarsa sama, yaitu ingin mengangkat harkat dan martabat rasnya masing-masing. Abraham Maslow dalam teori kebutuhan dasar pokok manusia, mentesiskan bahwa manusia mengantongi rasa ingin dihargai oleh orang lain.Tentu, perjuangan membutuhkan ikhtiar gigih, anti letih, tahan getir, dengan mengasah kecerdasan srawung. Dalam hal ini, Malcolm X meyakini kecerdasan itu hanya bisa didapat lewat lama-lama membaca buku, dan aktif bergiat diorganisasi.

Perjuangan yang terus-menerus diasah hingga lancip pasti temukan ketajamannya sendiri. Ibarat pisau daging, apabila terus dipertajam akan mempermudah dalam pengirisannya. Begitu juga tentang kisah Malcolm X, yang telah mencicipi manis asamnya pergulatan hidup, hanya demi “pengakuan” atas ras dan keadilan hak-hak sipilnya. Sehingga, inilah nantinya yang menjadi tema sentral gagasan revolusionernya, hingga menghantarkan namanya dikenang dalam sejarah.

Syahdan, Malcolm X kecil sudah diwarisi benih sikap berani oleh sang ayah, yaitu Earl yang mati dibunuh. Ibarat aforisma kearifan popular: “Buah kelapa jatuh tak jauh dari pohonnya”, ini juga berlaku pada Malcolm X, ia juga mati kerena dibunuh.

Malcolm X merupakan putra ketujuh dari pasangan Earl dengan Louise. Ia lahir pada bulan 19 Mei 1925 di Omaha, Nebraska. Dari sisi fisik, Malcolm X memiliki tampang yang tidak umum, karena ia berdarah campuran. Kakeknya dari pihak ibu berdarah Skotlandia, yang memberi Malcolm X kulit terang, rambut berwarna pirang-pasir, dan matanya mempunyai warna campuran tak biasa antara coklat, biru, dan hijau tergantung kondisi cahaya.

Sejak kecil, Malcolm X telah menerima pelajaran-pelajaran hidup sederhana bahkan sengsara. Keluarganya yang miskin, kerap kali membuat ia kelaparan, karena tak cukup makanan untuk dimakan. Meski demikian, ia tak pernah mengeluh sedikit pun, sebab yang dianggapnya sebagai pelajaran penting kelak ketika ia dipertemukan oleh sang ayah dengan pemimpin karismatik, Marcus Garvey.
***
Dalam buku Malcolm X untuk pemula, karya teks ilustratif Bernard Aquina, Malcolm X digambarkan sebagai pemuda yang nekat dalam mengambil keputusan apa yang dapat dijadikan acuan hidupnya saat itu. Terbukti, ia membikin geng dengan kawan-kawannya guna melakukan perlawanan kecilnya.
Tapi paling menarik dari kisah Malcolm X adalah hidupnya yang tak menentu.

Seiring ranumnya karakter, ia terus bergolak dinamis agar pencapaian utuh berpengharapan dapat teraih. Misalnya, ia menyempatkan diri untuk menjadi selebritas dilingkungan kulit hitam, padahal “profesi” barunya ini sangat bertentangan dengan dunia yang ditapaki sebelumnya. Yaitu, dunia hitam-getir, penuh keterhimpitan, berpenampilan awat-awutan (gembel), serta berbau tak sedap.

Namun, berkat perkenalannya dengan Marcus Garvey, pendiri United Negro Improvement Association (Asosiasi Perbaikan Negro Bersatu) atau UNIA, adalah awal karir revolusinya untuk tunjukkan taring tajam kekritisannya guna mengkritik ketimpangan sistemik oleh kulit putih Amerika kepada kulit hitam Afro-Amerika.

Semangat awal lahirnya organisasi UNIA, adalah untuk membangun masyarakat yang secara ekonomi yang tak lagi tergantung pada kulit putih Amerika, dengan cara membangun properti, industri, jasa-jasa, serta perdagangan. Perlawanan tanpa diawali intrik politik, seakan terkesan menabuh tong kosong nyaring bunyinya, sebab tiada isi.

Karir organisasi Malcolm X, dapat dibilang sering gonta-ganti, dengan melesat pindah dari organisasi yang satu ke organisasi lainnya yang dirasa lebih andal dalam mem-back up sepak terjangnya. Cukup lama berada di UNIA, ia beralih ke organisasi keislaman, yaitu NOI (Nation of Islam) dibawah kepemimpinan Elijah Muhammad.

Malcolm X saat itu, sangat ta’at patuh atas titah-perintah yang diberikan oleh Elijah Muhammad kepadanya. Secara otomatis, melihat keseriusan Malcolm X dalam turut berda’wah melawan penindasan, Elijah tak sampai hati. Kemudian, ia angkat Malcolm X sebagai kawan kepercayaannya, dengan mengutusnya ke tempat-tempat yang dirasa perlu di advokasi.

Suatu jalinan memang tak melulu mulus, tanpa putusnya estafet rantai perkawanan. Jalinan perkawanan Elijah dengan Malcolm X, akhirnya putus juga karena beberapa alasan. Elijah yang berstatus pimpinan NOI, melakukan skandal, yaitu menghamili perempuan-perempuan hingga punya anak. Bentuk konsekuensi tindak skandalnya, Elijah lalu dijebloskan kepenjara.

Guna upaya pembebasannya, Malcolm X sebagai kawan karib turut membantu Elijah agar tak jadi didepak ke sel tahanan. Seribu cara pun dilakukan oleh Malcolm X, tapi upaya itu berakhir dengan sia-sia, karena Elijah memang nyata-nyata terbukti bersalah . Ia telah malanggar garis moral yang dibikinnya sendiri secara ketat.

Perpisahannya dengan Elijah, Malcolm X mengepakkan sayap ekspansi ke negara-negara Islam lainnya, yaitu Saudi Arabia. Selain itu juga, ia pun berhaji ke Makkah dan memperluas link dengan tokoh-tokoh Islam terkenal. Disinilah ekstase keimanan Malcolm X terlihat bernas, ia semakin arif berkonsepsi dalam hidup.

Akhirnya, Malcolm X kembali lagi ke Afro-Amerika. Sekembalinya, gagasannya semakin cemerlang, sehingga ia disebut sebagai nabi kebanggga kaum kulit hitam. Bahkan, ia tak ragu-ragu lagi menyatakan bahwa perlakuan kulit putih Amerika atas kulit hitam (Afro-Amerika) merupakan pengebirian atas hak sipil masyarakat. Usaha untuk menambat estafet penindasan tersebut, Malcolm X “mengemis” keadilan ke PBB, dan melakukan gerakan masif bersama antar kaum hitam. Inilah yang nantinya disebut dengan “kuasa kulit hitam.”

Membaca buku seri pengantar kajian tokoh Malcolm X ini, beragam raupan pesan perjuangan aktivasi demi pengakuan ras. Resiko yang akrab dengan istilah perjuangan atau revolusi, taruhannya adalah nyawa. Dan lagi buku ini, lewat imbuhan ilustrasi demi mempermudah pemahaman atas bacaan teks-teks isi, menjadi tarik tersendiri bagi pembaca. Terakhir, karena buku ini adalah buku kajian tokoh untuk pemula, sangat baik bila pembaca tak berhenti hanya dengan membaca buku ini. Selamat membaca!

Tidak ada komentar: