Rabu, Desember 12, 2007

Pilot Project Masyarakat Sipil


Judul Buku : Transnasionalisasi Masyarakat Sipil
Penulis : Andi Widjajanto dkk
Penerbit : LKiS Yogyakarta
Cetakan : I, Januari 2007
Tebal : xv + 250 hal
Peresensi : A. Qorib Hidayatullah*


Arus globalisasi tak dapat ditambat lagi, merangsek begitu cepat menjadi fenomena mutakhir terberi. Menjadikan dunia semakin terintegrasi, mengaburkan batas-batas negara, dan mengakibatkan arus informasi sangatlah cepat. Limit ruang, waktu, dan tempat antar negara-negara yang ada dibelahan terkecil dunia temukan pseudo-primordialismenya masing-masing. Kran informasi tersibak lebar, membawa corong domestik kepada tingkat global. Persoalan demokrasilah yang menjadi sorot interes masyarakat global, dijadikannya jamuan hidangan yang siap disantap ludes.


Atensi masyarakat global terhadap demokrasi, mewujud lewat gerakan-gerakan sosial yang dijadikan simbol solidaritas dan bentuk empati. Di Indonesia misalnya, agar tercipta negara demokratis, rakyat membikin kultur kritis guna menumbangkan rezim otoriter (orde baru). Kurang lebih dari 30 tahun Indonesia dipimpin oleh rezim otoriter Soeharto. Rakyat, lucurkan tari protes rezim Soeharto, saat Indonesia terjangkit krisis ekonomi regional yang terjadi pada dekade 90-an.


Buku ini, secara tematik dan kasuistik ditulis oleh para penulis berperdikat intelektual mumpuni berbasis Hubungan Internasional (HI) Universitas Indonesia. Mereka memiliki keyakinan, bahwa aktor demokrasi disuatu negara hingga diikuti negara lain, disebabkan keterikatan sosial semakin dekat. Dan lemahnya diplomasi dunia ketiga, hingga penggalangan kekuatan sipil terpecah-belah dengan ideologinya masing-masing menyebabkan keakutan problem demokrasi.


Demokrasi adalah sebuah kondisi dimana rakyat memiliki kesempatan secara aktif untuk menentukan nasibnya sendiri dengan mekanisme kompromi dari hak-hak inidividu yang mereka miliki. Proses transisi demokrasi demi kelancarannya, mencari faktor pendukung kuat yang dapat meminimalisir titik-titik rawan, yaitu dengan menghadirkan masyarakat sipil. Masyarakat sipil disini menjadi pilar utama yang membantu kelancaran transisi demokrasi.
Masyarakat sipil pun memiliki beragam definisi tergantung dari kerangka teoritik, waktu, dan ideologi politik yang dipergunakan. Pemikiran kontemporer menempatkan masyarakat sipil dalam sektor nonprofit. Beda halnya dengan Gramsci, masyarakat sipil sebagai perwujudan hegemoni kelas penguasa yang berhasil mendominasi beragam aspek kehidupan masyarakat. Kehadiran masyarakat sipil lebih dilihat sebagai indikasi adanya krisis legitimasi penguasa (hlm 167).


Garis jelas dan titik terang dari masyarakat sipil bukanlah institusi yang berorientasi pada kekuasaan dan bertujuan untuk maksimalisasi kapital. Ragam gerak masyarakat sipil tersebut tampak antara lain dari cara organisasinya saat berhadapan dengan pemerintah dan dunia internasional. Kelompok ini lahir dari rahim kesadaran untuk memperjuangkan nilai-nilai universal manusia yang tidak melihat pada perbedaan bangsa, status sosial, ekonomi, ideologi, agama dan identitas primordial lainnya.


Misalkan, lahirnya gerakan Greenpeace. Sebagai kelompok masyarakat sipil, gerakan Greenpeace mengusung isu-isu protektifitas ekologis. Yaitu, dengan melakukan perjuangan untuk menjaga kelestarian lingkungan dan masa depan alam. Gerakan ini melukiskan, bahwa apa yang dilakukannya merupakan benih-benih kesadaran universal tentang bahaya ekploitasi alam. Mengingat saat ini, kondisi kealaman kita sangatlah memprihatinkan hingga perlu refleksi-refleksi diri atas perilaku yang berkaitan dengan kealaman.


Gerak lain dari masyarakat sipil, erat-kaitannya dengan proses perdamaian tampak dari pilihan netralitas organisasi dalam membendung sebuah konflik. Melihat jumlah organisasi ini pun, yang bekerja sebagai juru damai terus mengalami peningkatan. Lebih 1500 organisasi masyarakat sipil yang terdaftar sebagai mitra kerja PBB (hlm 182). Peningkatan angka itu, tentunya menggambarkan organisasi ini yang memiliki misi dan tugas Internasional. Belum lagi, ditambah dengan jumlah organisasi masyarakat sipil ditingkat pada tataran lokal.


Di Indonesia, masyarakat sipil dipastikan mampu berkontribusi riil bagi proses resolusi konflik. Akan tetapi, dengan persyaratan mampu menawarkan empat tawaran integratif tentang proses transisional yang sedang dialami Indonesia. Tawaran tersebut meliputi proses pembangunan negara-bangsa, demokratisasi, perdamaian, dan pembangunan (hlm 192). Kerja berat masyarakat sipil di Indonesia akan muncul, ketika mengguritanya kekerasaan struktural yang dieksploitasi menjadi suatu kekerasan politik.


Berpijak pada salah satu cara yang ditawarkan Galtung, mengenai kekerasan struktural (structural violence) hingga mendapatkan legitimasi negara, yaitu melalui perubahan struktural (hlm 195). Perubahan struktural, bisa dimulai jika potensi kekerasan struktural yang ada disuatu sistem bisa diidentifikasi. Dengan demikian, dapat dirancang solusi-solusi yang mungkin diterapkan untuk menghilangkannya. Proses merancang solusi-solusi, akan memaksa negara secara kolektif mengeksplorasi sengketa dan menempatkan instrumen perang sebagai alternatif terakhir.


Gerak seru masyarakat sipil dalam buku ini, membuka cakrawala pemahaman akan ketunggalan gerakan masyarakat sipil yang kita tahu sekarang. Seperti Catholic Relief Services, CARE, dan Save the Children yang fokus kegiatannya mengenai bantuan kemanusiaan dan mempunyai maksud untuk mengentaskan derita masyarakat. Dan juga lembaga inipun, cenderung menerapkan strategi netralitas yang ketat, yaitu menetapkan peran mereka sebagai penyedia bantuan kemanusiaan bagi semua pihak tanpa memandang afiliasi politik, ideologi, agama, dan etnik dari suatu kelompok.


Era globalisasi kini membikin mudah masyarakat sipil membentuk jaringan kerja (network) dan agenda mulia bersama. Sehingga terbentuklah apa yang disebut sebagai kelompok global (global civil society). Menguatnya gerakan kelompok ini, lebih terlihat pada tahun 1999. Yakni, dengan melakukan protes terhadap perdagangan bebas dan menjadi pilar utama globalisasi.
Lewat transnasionalisasi masyarakat sipil, memberi angin bersua harapan munculnya sebuah kekuatan baru yang dapat menghalau tindakan represif sebuah negara serta perdagangan bebas.

Tidak ada komentar: