Kamis, April 10, 2008

Buku Ajar Agar Menarik di Baca


Oleh: A Qorib Hidayatullah

Tajamnya daya saing jagad perbukuan, menuntut penulis sekaligus penerbit cakap menyajikan buku agar menggiurkan serta menyolok mata. Buku yang menarik (eye catching) langsung dikerubuti pembeli buku ditiap-tiap book store.


Buku-buku yang tampak kaku, misalnya buku ajar, terancam ditinggalkan oleh pembeli. Buku ajar, kini perlu gesit berbenah strategi agar buku itu tak tampil “garang” lagi. Mengosmetika buku ajar secantik mungkin dan memiliki daya menyala.


Buku ajar, kerap kita temui di sekolah-sekolah ataupun di perguruan tinggi. Buku tersebut sengaja ditulis khusus menjadi pedoman siswa dan mahasiswa. Buku ajar dihadirkan bertujuan mempermudah proses belajar-mengajar guru pada siswa, atau dosen terhadap mahasiswanya. Tak ayal, buku ajar yang awalnya diharap mampu membantu proses belajar-mengajar, malah dijauhi oleh pembaca. Tentu, hal ini tak luput dari karakter lazim buku ajar —meliputi pewajahan buku dan artistik buku serta isi buku— yang tak lentur.


Seturut Joseph Brodsky, “Membakar buku sebuah kejahatan, tetapi ada yang lebih jahat dibanding membakar buku, yakni tidak membaca buku.” Untuk ihwal buku ajar, pendapat Brodsky belumlah tentu tepat. Tak semua orang malas membaca buku teridentifikasi jahat. Beragam alasan manusia memilih enggan membaca buku ajar, salah satunya dikarenakan buku tersebut tidak memiliki daya magnet ketertarikan sehingga sukar membangkitkan selera pembaca membacanya.


Berdasar pengalaman pribadi, saya pun merasa malas berkunjung ke toko buku merogoh kocek sendiri membeli buku-buku ajar anjuran dosen. Tapi apa boleh buat, jika tak membeli buku itu dosen pun enggan memberi nilai A pada mahasiswanya. Padahal, perkara beli buku ajar atau tidak, bagi saya, itu tergantung pada menarik tidaknya kemasan buku itu. Buku ajar, sungguh membuat saya tutup mata membacanya. Melotot judul bukunya saja terbayang kalau buku ajar itu berat, tak mudah dicerna. Ditambah dengan gaya bahasa tulis yang linear tak dikemas populer yang kering sisipan cerita-cerita inspiring.


Hakikatnya, membaca bukanlah amal mengerutkan kening. Demi mewujudkan buku ajar yang menyenangkan, mudah, serta asyik dibaca, Depag (Departemen Agama) RI mengadakan lomba membuat “Buku Pelajaran yang Mencerdaskan”. Buku yang mencerdaskan tersebut khusus diperlombakan yang ditujukan kepada siswa Madrasah Aliyah (MA). Sebuah langkah terobosan baru kategori buku ajar agar siswa betah berjam-jam saat membacanya.


Prof Yohanes Surya, Ph D —juri lomba penulisan buku ajar bidang fisika—, saat diwawancara di Tabloid Republika “Dialog Jum’at” (01/02/2008) mengenai lomba yang diselenggarakan Depag RI itu, ia pun merespon baik. “Buku pelajaran yang mencerdaskan ialah buku yang dapat membuat anak-anak belajar jadi asyik, mudah, dan menyenangkan. Sehingga belajar tidak lagi menjadi sangat sulit. Contoh saja fisika, ketika orang mengatakan fisika maka yang terbayang di kepala mereka adalah rumus. Hal ini yang seharusnya kita ubah.”


Sebagai ilmuwan pakar fisika, Prof Yahanes Surya pun paparkan cara penyusunan buku-buku fisika agar tak melulu memuat rumus. Ia menitik pentingkan ulasan ilmu fisika bukan tergantung pada rumus, melainkan konsep. Karena itu, peran rumus dapat diganti dengan logika. Ia mencontohkan: “misal ada suatu benda dengan kecepatan lima meter per detik. Berapa jaraknya dalam lima detik. Untuk menjawab ini, cukup dengan logika. Lima meter per detik berarti dalam satu detik benda tersebut bergerak sejauh lima meter. Kalau lima detik, tinggal dikali saja dengan lima. Tidak perlu rumus apapun.”


Menulis buku tak segampang yang diterka oleh banyak orang, utamanya buku ajar. Orang sukses menulis buku hingga meraup keuntungan besar, mesti dibarengi dengan proses membaca yang sangat meletihkan. Namun, sepelik apapun persoalan bila ditangani serius segera temukan penyelesaian.


Tilik misalkan pada tahun 1962, sebuah buku yang berjudul Silent Spring (Musim Semi yang Sunyi) berhasil mengguncang dunia. Dalam waktu singkat buku itu laku 500.000 eksemplar. Sedangkan penulisnya, Rachel Carson ditentang oleh para industri pestisida. Mengapa? Sebab buku itu melukiskan betapa sunyi bumi ini bila semua unggas dan serangga mati akibat disemprotkannya racun di lahan-lahan pertanian. Masyarakat tergugah. Tetapi pabrik-pabrik insektisida, pestisida, serta racun-racun lainnya marah. Beribu dolar dihabiskan guna melancarkan kampanye bahwa, Rachel Carson keliru. Penulis itu dianggap orang histeris yang dungu. Tapi hasilnya, ia malah mendapat berbagai macam hadiah. Kini kita mengenal Rachel Carson sebagai pahlawan yang menyulut maraknya gerakan pelestarian lingkungan.

Buku ajar tak hanya memberikan kebijaksanaan, tapi juga mendorong dilakukannya kebajikan. Dalam perbuatan baik inilah termuat keterampilan, kemampuan dan kemauan untuk melakukan tindakan nyata. Buku ajar tentang laut dan gunung, membuat pembacanya tergerak untuk menyatakan cintanya pada alam. Buku pelajaran ekonomi menolong pembacanya mempraktikkan sistem manajemen, kesadaran akan pentingnya pembiayaan dan pertumbuhan. Termasuk juga untuk buku budi-pekerti, pelajaran agama, petunjuk olahraga, memasak, dan ilmu komputer. Idealnya, buku ajar mampu meletakkan pembacanya ditengah konstelasi dan konfigurasi dunia yang terus menerus berubah.

Tidak ada komentar: