Kamis, Juli 30, 2009

Dongeng Perubahan dari PSIF


Oleh A Qorib Hidayatullah

Tak banyak lembaga kebudayaan yang mengusung nilai keislaman dan humanisme. PSIF (Pusat Studi Islam dan Filsafat) Universitas Muhammadiyah Malang menggawangi ihwal gerakan budaya intelektualisme agar tak masygul. Islam dan kemanusiaan memang menjadi wacana eksotis di mana banyak kalangan membonceng kedua kajian itu sebagai arah dan inspirasi gerakan.

PSIF sebagai ikon gerakan humanisme beberapa pekan silam pernah menggelar seremonial kebudayaan yaitu Dongeng Perubahan (di pengujung bulan Juni). Acara tersebut diampu oleh Garin Nugroho (Sineas), Franky Sihalatua (musisi), dan Sukardi Rinakit (politisi). Kemasan acaranya pun tampak tak monoton. Pesan-pesan (dongeng) perubahannya diiringi musik, hingga akhirnya mewujud menjadi karya konkret kemanusiaan. Ada musikalisasi puisi serta nyanyian perubahan yang menghentak nurani. Gabungan antara pakar dunia filmis dan komunikasi, Garin Nugroho, dengan Bung Franky membikin dongeng terbuhul hingga nyaman disimak. Dongeng yang lazimnya dihantar menidurkan anak manusia, namun dongeng perubahan malam itu justru malah tak membuat leyeh-leyeh pemirsa, malah mamaksa “bangun” dari tidur lama kebungkaman menuju kelahiran embrio kritisisme.

Safari budaya yang dihelat dalam Dongeng Perubahan tersebut bukan nir-kepentingan. Kedekatan waktu dengan pilpres (8 Juli 2009), dijadikan ajang “basah” para seniman dan musisi berparade demi dalih kesadaran bagi pemilih untuk memilih pemimpin secara objektif, yaitu memilih berdasar track-record masing-masing kandidat.

Bung Franky dan Garin saling sahut-menyahut menembang lagu romantik, kritik, dan pencerahan. Mereka saling bergantian menampilkan ekspresi masing-masing. Dan jeda parade penembangan itu, Sukardi Rinakit maju ke depan podium, lalu mengulas secara kritis terkait kepemimpinan muda.

Selain Dongeng Perubahan, PSIF beberapa hari silam menghadirkan sastrawan kawakan yang sekaligus redaktur majalah Horison: Jamal D. Rahman, Agus R. Sarjono, Joni Ariadinata, dan Iman Soleh. Mereka diundang ke PSIF guna mengulas kelindan sastra dengan humanisme.

Saat mengawali acara, mereka berempat saling memperkenalkan dirinya masing-masing. Setelah momen perkenalan selesai, kang Iman Soleh menampilkan teatrikalisasi puisi. Audiens dibikin tercengang berkat penyampaian puisi yang sangat menyentuh hati, dan dibumbui kekocakan-kekocakan khas.

Sastra dan humanisme memang sangatlah dekat, bererat kait. Majalah Horison yang mereka (Jamal D. Rahman, dkk) gawangi mengusung nilai-nilai humanisme. Kedekatannya dengan kalangan siswa merupakan bentuk konkret kemanusiaan. Horison menabalkan dirinya sebagai majalah yang telah lama eksis mengabdi demi keberlangsungan daras sastra bagi pelajar. Sehingga alhasil, Horison menjadi ajang apresiasi estetis-kesusastraan siswa.

Tentu, kehadiran para maestro literer tersebut di PSIF berdalih menyeharikan semangat sastra dan humanisme. Sesuai dengan misi PSIF kepada umat, yaitu meladeni perihal gerakan Islam, kebudayaan (sastra), dan kemanusiaan. Dua rangkaian acara yang benar-benar mencerahkan.

Tidak ada komentar: