Sabtu, Mei 01, 2010

Kecerdasan Yahudi yang Menginspirasi


DATA BUKU:
Judul Buku : Jerome Becomes A Genius (Mengungkap Rahasia Kecerdasan Orang Yahudi)
Penulis : Eran Katz
Penerbit : Ufuk Press, Jakarta
Cetakan : Pertama, Oktober 2009
Tebal : 442 Halaman
Peresensi : A Qorib Hidayatullah

Di tengah semarak perbukuan, tema-tema buku “Melejitkan Kemampuan Otak”, acap dilirik khalayak pembaca. Harapannya, masyarakat pembaca dapat berlomba dan berikhtiar gigih mengasah kecerdasan otak masing-masing.

Hernowo, CEO Mizan Learning Center, membesut serial Quatum Reading dan Quantum Writing. Memasuki gerbang quantum Hernowo, pembaca dibimbing mampu mengubah potensi diri menjadi cahaya dengan merawat emosi positif. Emosi positif berkelindan dengan semangat, gairah, dan ketakjuban. Sedangkan quantum adalah interaksi yang mengubah potensi menjadi radiasi dengan ledakan-ledakan gairah yang menyala-nyala.

Kecerdasan tak datang tiba-tiba. Otak niscaya berkembang apabila kita hidup dalam lingkungan yang penuh tantangan. Mempelajari hal-hal baru, memecahkan masalah-masalah baru, hidup dalam lingkungan baru, hingga cerdas dalam pengayaan.

Seperti Eran Katz tulis dalam buku ini, kecerdasan bangsa Yahudi memiliki kekhasan tertentu. Buku Jerome Becomes A Genius ini memperlihatkan orang-orang Yahudi tekun mengamalkan prinsip-prinsip kecerdasan yang mereka yakini. Sejatinya, “Mereka tidak lebih cerdas, namun yang pasti mereka berhasil menggunakan kecerdasan mereka dengan sebuah cara yang berbeda.” (hlm. 45)

Beragam prinsip yang dipegang orang Yahudi. Salah satunya, mereka memanjakan imajinasi ramalan, dengan mewujudkan yang tidak mungkin dengan cara-cara yang mungkin. Sehingga dalam kehidupan yang sangat menyehari, mereka gemar dalam penyelidikan, argumentasi, serta penelitian yang luas dan mendalam mengenai berbagai hal.

Testimoni kecerdasan bangsa Yahudi telah jamak diketahui publik dunia. Albert Einstein, Alan Greenspan, Rupert Murdoch, hingga George Soros adalah orang-orang Yahudi yang hebat dan berintelektualisme tinggi. Bahkan, Charlie Chaplin di film The Great Dictator menukil, “Orang Yahudi adalah manusia luar biasa cerdas, sukses, indah, kuat, dan sangat maju.”

Kemajuan orang Yahudi juga dibuktikan dalam merajai media. Ada tiga jaringan televisi besar, ABC, NBC, dan CBS, yang dikelola orang Yahudi. Di media cetak, bangsa Yahudi menguasai Time, The Washington Post, The New York Time, dan The Wall Street Journal.

Ketertarikan Eran Katz menulis buku ini berdasar pada hasil obrolan di kafe Ladino. Eran ditemani profesor cerdas Itamar Forman dan Jerome Zomer, mahasiswa Seni dan Sains Universitas Hebrew yang bertalenta tinggi di bisnis pakaian, serta pemilik kafe Ladino, Fabio. Mereka melacak kecerdasan-kecerdasan khas para rabi (tokoh-tokoh Yahudi).

Diskusi di kafe Ladino semakin mendalam tatkala dihadiri rabi Dahari, seorang rabi pakar bahasa Ibrani, dan Joseph Hayim Schneiderman, seorang Yahudi saleh bermukim di Yeshiva. Yeshiva adalah lembaga pendidikan Yahudi. Di tempat ini mengamalkan konsep belajar dengan hevrutah (mitra belajar), belajar dengan membaca bersuara lantang sembari bergerak riang.

Prinsip keagungan bagi pelajar Yahudi diwajibkan untuk senantiasa bahagia. Mereka dianjurkan memagari kebijaksanaan dengan keheningan. Sehingga, suasana-suasana belajar didekat sebuah sungai akan memberikan ketentraman tertentu dan membuat daya ingat pelajar Yahudi menguat.

Misalnya, Solomon Shershevsky. Ia orang Yahudi berkebangsaan Rusia yang mampu mengingat segala hal dengan menggunakan teknik asosiatif berdasarkan imajinasinya yang gila. Shershevsky dapat mengingat daftar kata-kata tak bermakna yang pernah ia dengar hanya dalam sekali baca dan mengulangi keseluruhan daftar dari awal hingga akhir. Delapan tahun kemudian, saat ditanya psikolog A. L. Luria, apakah dia masih ingat pada daftar itu, Shershevsky mampu menyebut kembali seluruhnya dengan sempurna.

Kehebatan Shershevsky, pada tahun 1920, membuat para psikolog Soviet mulai mempelajari ingatannya yang luar biasa itu. Al-hasil, mereka mampu memecahkan rahasianya atas dasar olah teknik yang sama sesuai anjuran Joseph Jangkung, yaitu mengintensifkan aplikasi dari semua pancaindra. Shershevsky melihat ada warna-warna saat dia mendengar musik. Ia dapat mencium suara-suara, dan hal-hal yang cukup aneh lainnya. Misalnya, ketika berbicara dengan Vigotsky, psikolog yang pernah dikenalnya, Shershevsky menyela, “Betapa renyahnya warna kuning suara Anda!.” (hlm. 61)

Eran Katz di buku setebal 442 halaman ini memberikan dua bab khusus (bab 11 dan bab 12) menceritakan seminar daya ingat Jerome Zomer. Jerome pembelajar energik bermental bisnis, dan juga seorang Yahudi sekuler yang disebut-sebut Eran sebagai master pikiran-raksasa Yahudi.

Antusiasme konkret Jerome di bidang penguatan daya ingat menuntutnya memiliki hevrutah khusus, Itzik Ben-David. Kendati Jerome menahbis dirinya sebagai pembelajar dengan perjuangan tak mengenal kata akhir, ia juga diselimuti renik-renik romantisme. Dipengujung kehebatan dirinya, ia menyunting Lisa Goldman, seorang Yahudi religius, mahasiswi jurusan Pendidikan Yahudi Universitas Hebrew. Dan akhirnya, B’ezrat Hashem (dengan pertolongan Tuhan) pesta pernikahan mereka digelar di kafe Ladino yang khas.

Kecerdasan bangsa Yahudi sungguh menginspirasi. Prinsip inspirasi bangsa Yahudi, “Temukanlah seorang teladan untuk kau tiru, berjalanlah tepat dalam langkah-langkahnya, dan tambahkan inovasi kreatifmu sepanjang jalan itu.” (hlm. 434)

Menguak rahasia berabad-abad bagaimana tokoh bangsa Yahudi memaksimalkan fungsi otak mereka bukanlah ikhtiar yang ringan. Di buku ini, Eran Katz cukup detil menulis kecerdasan Yahudi. Hal ini tentu tak lepas dari kompetensi Eran sebagai orang yang mampu mengingat banyak hal dengan kecepatan super tinggi, hingga ia diganjar Guinness Book of World Record.

Membaca buku ini diharap mampu mengilhami kita mencicil mengamalkan teknik-teknik kecerdasan bangsa Yahudi yang inspiratif.

Tidak ada komentar: