Minggu, Desember 02, 2007

HMI dan Übermensch Kebudayaan

>>A. Qorib Hidayatullah


Aus!!! Term hantu yang ditakuti banyak orang. Peristiwa punyusutannya, akibat gesekan dengan benda-benda lain, ia tak banyak digemari, apalagi dijadikan istilah pemakaian, kecuali pada penggambaran kondisi yang benar-benar lumpuh tak berdaya (kecingkrangan), yang penuh pesimisme. Adakah peluang harap/ekspektasi??? Minimal hembusan angin segar yang mengipasi bara semangat agar bangkit berbalik, penuh optimisme???. Falsafah Semangka. Kendati di luar tampak hijau didalam tetap merah menyala. Lambang penuh optimisme penuh harap.


Jawaban pertanyaan diatas, “tergantung keberanian.” Berani banting setir atas kebiasaan buruk sehari-hari, berani melepas tradisi perilaku pasif, hingga berani tanggalkan zona nyaman yang tak memiliki kontribusi apapun. Harga sikap berani sangat mahal sekali, garansinya adalah bagaimana ia mampu menaklukkan dan mengontrol pergeseran nasib idealisme. Implikasinya, mereka tak gampang bertekuk lutut-sujud dihadapan dewa pragmatisme. Bermodalkan tangan kosong, mereka tunggu kiriman eksotika proyek. Tragis dan mengenaskan!!!


Ada pilihan amalan dari sari karya Danah Zohar & Ian Marshal, Spiritual Capital (2005), tentang kemendesakan tabuh nyilih sikap transformatif. Kesadaran diri, spontanitas, terbimbing visi dan nilai, berjiwa holistik, kepedulian, menghormati keragaman, independen terhadap lingkungan, berpikir mendasar, pembingkaian ulang, mengambil manfaat dari kemalangan, kerendahan hati, dan ketergugahan/keterpanggilan. Kesemuanya, diharap menjadi pendulang karakter tunggal bertaring tajam, yang siap menghipnotis dan memengaruhi pada karakter orang lain.


Menyitir ungkapan arif-bijak, “hidup adalah pilihan.” Pilihan dalam hidup butuh proses. Proses dalam hidup butuh keranuman dan bernas menggelutinya. Pola ketergantungan dalam hidup menafikkan suatu proses, yang berujung perihal serba instan tanpa ikhtiar manusia. Hal niscaya dalam hidup, ketika mereka merdeka secara individual.


Nietzsche, memiliki tesis suci dalam menyikapi hal itu, yaitu lewat übermensch (adi/kuasa manusia). Ia mengidamkan terlahirnya varietas/roh unggul pada tiap-tiap jiwa manusia. Nantinya, übermensch diharap mampu menaklukkan segala rintangan, permasalahan, serta resiko hidup sebesar apapun (jasagen).


Sidi Gasalba, menggubah beragam teori definisi budaya. Tapi, ia menyarikan secara padat, bahwa budaya, ialah hasil rasa, karsa, pikir, dan karya manusia. Ketika übermensch disandingkan dengan kebudayaan, maka terciptalah budaya yang berani berkata “ya” pada hidup (jasagen). Übermensch kebudayaan, mampu membikin nyata hal yang mustahil sekalipun. Harapan yang terbersit di imajinasi, bahwa mereka sekarang ingin mengubah dirinya, maka übermenschen hal itu mewujud.


Disamping itu, übermensch kebudayaan merupakan konstruksi mental bagi mereka untuk menularkan genius keprigelan agar tercipta suasana aktif (tak tergantung pada orang lain/proyek) dengan bersikeras hendak mengubah tragika nasib menjadi rahmat.

Rhenald Kasali, Re Code: Change Your DNA (2007), mewarisi khasanah untuk meng-adi-kan manusia (übermensch): mengubah pola pikir dan perilaku lebih terbuka terhadap pengalaman baru, penuh dedikasi, asah kecerdasan srawung, setia pada kesepakatan (komitmen organisatoris), serta tahan uji hadapi segala bentuk tekanan.


Terakhir, pembiaran atas suasana yang tak baik, merupakan wujud dosa sosial. Dengan begitu, Tuhan tak lagi sungkan menghukum, sebagai konsekuensi logis atas sifat ke-Maha-anNya. Anjuran bagi hamba untuk saling sahut-menyahut, tegur-menegur antar sesama, adalah keacuhan (baca: wujud peduli, hirau) Tuhan agar hamba saling berbenah dan memperbaiki dirinya masing-masing. Manusia berpikir, Tuhan pun tertawa. Hahaha…[]

Tidak ada komentar: